Oleh : Nafik Umurul Hadi
[23/8/2022] NAFIK UMURUL HADI.Salah satu tujuan dibentukanya sebuah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah untuk mencapai kesejahteraan umum/public welfare, karena itu pembukaan undang-undang dasar 1945 telah mengamanatkan kepada setiap rezim/pemerintahan wajib melaksanakan amanah yang telah tercantum dalm pembukaan UUD’45 tersebut.
Keberhasilan pembangunan tidak hanya dilihat dari ukuran bagaimana potret meningkatnya atau menurunnya kesejahteraan masyarakat yang tinggal disuatu negara atau suatu daerah, tetapi keberhasilan pembanguan bisa diukur dari berbagai ukuran, yang lebih konprehensif, yaitu dari sisi ekonomi dan non ekonomi (social).
Karena ukuran tersebut merupakan ukuran yang harus menempatkan manusia Indonesia sebagai obyek sekaligus sebagai subyek pembangunan. Artinya bahwa pemerintah/Government yang diamanahi oleh negara/state memiliki kewajiban menempatkan atau memposisikan rakyatnya sebagai pelaku sekaligus menjadi orang yang menikmati hasil pembangunan Indonesia.
Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan yang penulis maksudkan diatas adalah bagaimana realita potret keberhasilan pemerintah melalui penurunan angka kemiskinan disuatu daerah/wilayah kekuasaan mereka terutama diera otonomi daerah dan desentralisasi fiscal yang dibanggakan saat ini.
Berikut adalah salah-satu potret evidence based data resmi lembaga pemerintah yang bisa kita gunakan sebagai rujukan untuk melakukan analisis yang lebih mendalam
Grafik 1 diatas mencerminkan bahwa angka kemiskinan Indonesia per maret 2021 sebesar 10.11 % dari 279.28 artinya masih ada 27,54 juta penduduk Indonesia masih dibawah garis kemiskinan. Grafik tersebut juga memperlihatkan bahwa di Indonesia Jawa timur merupakan salah satu penyumbang angka kemiskinan terbesar nasional (4,5 jt) selain juga jawa tengah (4.1 jt). Hal ini menjadi salah satu potret apakah yang telah dikerjakan oleh pemerintah dengan berbagai levelnya bisa dinilai merupakan suatu keberhasilan atau tidak, meskipun ini hanya dilihat dari satu dimensi saja yaitu dari sisi ukuran kemiskinan.
Negara-negara didunia untuk mengukur kemiskinan menggunakan beberapa konsep termasuk di Indonesia, Basic Needs Approach Consep adalah konsep yang digunakan BPS RI dalam mengukur kemiskinan di seluruh wilayah Indonesia, yaitu dengan melihat kemampuan penduduk untuk memenuhi kebutuhan dasarnya (basic nedes) pangan dan non pangan.
Selajutnya bagamana kira-kira potret tingkat kemiskinan dikabupaten Tulungagung yang terkenal sebagai daerah penghasil marmer di Indonesia. Pada tahun 2021 Tulungagung prosentase mengalami peningkatan menjadi 7,51% dibandingkan sebelumnya 7.33 % dengan garis kemiskinan perkapita perbulan juga mengalami peningakatan sebesar Rp.374.183 perkapita/bln.
Poverity Gap/kesenjangan rata-rata ditahun yang sama juga mengalami kenaikan yaitu sebesar 0.18 pada tahun 2021 dari 0.11 pada tahun sebelumnya artinya ada perubahan peningkatan keparahan sebesar 0.18 point.
Penulis juga mencoba melihat bagaimana potret kemiskinan ekstrem dikabupaten Tulungagung pada tahun 2021 dibandingkan dengan kabupaten disekitarnya yaitu Kediri dan Blitar misalnya.
Secara teoritis bahwa kemiskinan ekstrem itu tidak hanya dapat diselesaikan melalui intervensi bantuan social saja karena kemiskinan ekstrem di Indonesia secara umum penyebabnya bersifat sistemik. Permasalahan yang terjadi karena fasilitas public, infrastruktur, kesehatan, keterbatasan akses kekantor2 desa dan tempat usaha menjadi variable penting penyebab kemiskinan ekstrim yang tidak bisa kunjung terselesaikan, termasuk di Tulungagung.
Pada tahun 2021 Kabupaten Tulungagung memiliki penduduk Miskin Ekstrem kurang lebih berjumlah 9.8 ribu jiwa hal ini jauh diatas kabupaten sekitanya yaitu Kab.Blitar 5.22 ribu jiwa dan Kab.Trenggalek 6.73 ribu jiwa saja, hal ini mengidikasikan bahwa pembangunan daerah melalui penurunan angka kemiskinan Kabupaten Tulungagung bisa dikatakan relative tertinggal disbandingkan wilayah sekitanya. Pada hal jika kita perhatikan lebih dalam bahwa ketiga wiayah tersebut memiliki kemiripan karakteristik social budaya ketiga wilayah ini, yaitu dengan karakteristik perdesaan dan memiliki kekayaan pantai yang beragam dengan dominasi masyarkat yang dipengaruhi budaya mataraman.
Karena itu diera otanomi daerah dan desentralisasi fiscal pemerintah daerah melalui Bupati Tulungagung memiliki peran yang sangat luas dan menentukan, untuk membuat inovasi, terobosan baru melalui intervesi program batuan yang terukur dan tepat sasaran secara masif dan berkesinambungan/tidak parsial, terutama bagi masyarakat miskin dengan focus pada mereka yang berada di bawah garis kemiskinan dan yaang mendekati miskin. Intervesi tersebut perlu dilakukan secara serius berkesinambuang oleh Pemda misalnya Pertama: Mengurangi beban pengeluaran orang miskin agar tidak terdampak oleh kenaikan harga barang akibat inflasi yang menggerus daya beli mereka, penambahan bantuan social, Ketenagakerjaan dan bantuan social lainya. Kedua Memberikan bantuan sarana yang mereka butuhkan untuk berusaha agar orang miskin lebih berdaya dan/meningkatkan produktivitasnya. misalnya melalui sikronisasi/penyelarasan program/kegiatan yang koheren antar K/L pusat dan daerah agar tidak terjadi duplikasi kegiatan. Ketiga perlunya program pemberdayaan yang bersifat local wisdom melalui pengembangan padat karya didesa-desa, BumDEs, BUMD, produk unggulan dsb. Keempat Pemda dan stakeholders perlu memberikan akses Pekerjaan melalui Upskilling dan padat karya tunai. Kelima ;Respons kebijakan Covid 19 melalui bantuan modal kerja produkti dan restruturisasi kredit, serta penyediaan infra struktur dasar.
Tabel diatas merupakan potret kemiskinan Ekstrem tahun 2021 dan Gambar profil Kemiskinan dilahat dari perbandingan prosentase orang miskin terhadap total pemduduk (P0) sebasar 7,51%, dan Poverity Gap atau Tingkat kedalaman Kemiskinan masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan (P1) sebesar 0,94 poin dengan skala 0-1 dan Tingkat Keparahan Kemiskinan yang dilihat dari penyebaran pengeluaran diantara penduduk miskin (P2) sebesar 0,18.
Jika kita perhatikan potret tabel diatas dapat digambarkan bahwa Kabupaten Tulungagung pada tahun 2021 masih memiliki pekerjaan rumah yang cukup besar dengan masalah kemiskinan, terutama masing tingginya tingkat kedalam kemiskinan (poverity Gap) dan tingkat keparahan Kemiskinan (poverity Safety Indexs) di kabupaten Tulungagung.
Itulah barangkali yang perlu diperhatikan dan penjadikan fokus solusi bagi pemerintah daerah dan stakehlolders agar problem laten yang bisa dikatakan sangat klasik bagi bangsa Indonesia dan khususnya bagi Bapak Bupati Kabupaten Tulungagung segera dapat diselesaikan, jika tidak bisa ditunaikan maka dapat dikatakan bahwa pemerintah tidak mampu menjalankan perintah yang tercantum dalam pembukaan UUD’45 Karena memang itulah yang diamanatkan dalam konstitusi dasar negara kesatuan republic Indonesia.
Semoga membawa manfaat bagi para pembaca juga Stakeholders serta membawa keberkahan bagi penulis.termakasih atas atensinya.
Wassalmu’alaikum wrwb.
Sumber : Diolah penulis dari berbagai sumber BPS RI dan lainya.