Oleh: Hendra Nur Diansyah
Akhir akhir ini semesta yang ada di Jawa Timur wilayah selatan sedang di uji rasa kemanusiaanya. Lantas ketika bencana melanda dan memporak porandakan Jatim wilayah selatan, banyak masyarakat yang mengalami dampak dari bencana itu sendiri. Dari bencana tersebut meliputi BANJIR dan LONGSOR. Dalam latar belakang adanya bencana tersebut ada beberapa ulah tangan manusia yang mengintervensi di dunia ekologi, kususnya di wilayah Tulungagung sector selatan.
Manusia sering kali bertindak tanpa berfikir panjang untuk pengaruh alam kedepannya. Dengan adanya alam yang melimpah, seharusnya menjadi kewajiban manusia sebagai makhluk paling sempurna untuk merawat dan menyayangi ekosistem yang ada. Bencana ini bukanlah bencana yang tidak di sengajakan, melainkan adalah bencana yang di rencanakan.
Bagaimana tidak, dalam suatu fenomena pasti terdapat latar belakang yang tersembunyi. Entah perbuatan dusta maupun dosa. Sering kali ketika pemerintah memberikan suatu edukasi dalam merawat ekologi di acuhkan oleh masyarakat itu sendiri, dan pada akhirnya dalam output edukasi itu sendiri masih minim. Entah darimana masyaraka memiliki sudut pandang tersendiri dalam merawat alam.
Terkadang masyarakat memiliki rasa se enaknya sendiri dalam pembahasan merawat alam. Kususnya wilayah yang dekat dengan alam yang melimpah. Sehingga dalam berfikir untuk kedepanya manusia itu acuh, tidak peduli dan memanfaatkan kondisi yang ada. Ada pepatah KHOIRUNNASI ANFAUHUM LINNAS yang kalau di translate dalam bahasa Indonesia bermakna ”Sebaik baiknya manusia ialah bermanfaat bagi orang lain”.
Jikalau kita melihat penafsiran secara kontekstual dalam sudut pandang ekologi, manusia sejatinya tidak hanya berbuat baik saja terhadap manusia lain, melainkan setiap individu harus berbuat baik juga terhadap lingkungan sekitar. Ketika kita berbuat baik kepada alam, alam akan memberikan feedback yang lebih besar terhadap manusia itu sendiri.
Semesta dan Tuhan sudah memberikan fasiliatas yang melimpah di sector alam. Salah satu contoh dengan adanya alam yang melimpah oksigen pun akan tersedia jika kita bisa menjaga ekosistem itu sendiri.Kita bisa melihat sendiri ketika masyarakat bersikap acuh dan tidak peduli terhadap alam, semua akan terdampak. Mulai dari hewan, manusia yang lain, semua akan terkuras dalam beberapa sector, roda perekonomian akan menurun ,pendidikan juga akan terhambat, serta kesehatan akan terganggu.
Dari jumlah sekian ribu bahkan jutaan manusia sudah merasakan bagaimana atmosfer semesta ketika bumi ini ekologinya sudah terganggu, karena adanya kepentingan manusia itu sendiri. Tak lain adalah kepentingan logistic pribadi.
Memang makin kesini zaman semakin berubah 180’, seakan akan kita semua kalau kelaparan bisa mati. Tapi patutlah jika manusia tidak hanya berfikir egois saja, tapi dengan adanya dampak seperti itu manusia seharusnya berfikir rasional lagi untuk memanusiakan manusia yang lainya. Yakni, pengaplikasian dalam KHOIRUNNASI ANFAUHUM LINNAS itu sendiri. Bagaimana sangka jika manusia lupa dalam perannya sendiri untuk berbuat baik sesama insan dan alam.
INDONESIA memilki jutaan hektar hutan yang harus kita rawat bersama. Tidak mungkin jika hanya satu manusia saja yang berperan untuk menjaga serta merawat lingkungan dan alam sekitar.
Masa depan bangsa Indonesia sudah ada ditangan pemuda sekarang, generasi yang diharapkan Indonesia pada 2045 yakni generasi emas memiliki peran yang penting ketika berhadapan dengan masyarakat yang memiliki ragam serta multiculture.Pemimpin bangsa ini kedepannya, mempunyai tantangan tersendiri dalam merawat alam semesta. Jikalau kita melihat sudut pandang politis setiap orang atau individu, mereka memiliki kepentingan masing masing. Karena kita bisa melihat sendiri dalam peran berpolitik. Kita harus memakan segalanya agar tujuan (kepentingan) kita tecapai. Maka dari itu, salah satu tokoh Muhammadiyah, yakni Amien Rais yang mengatakan, ”yang abadi dalam dunia politik bukan pertemanan, melainkan kepentingan,”.
Kita bisa memahami kalau ditafsirkan dalam makna ekologi, bahwasanya manusa rakus untuk menjaga alam. Ketika mereka memanfaatkan alam, manusia memiliki kepentingan sendiri, bukan kata lagi kalau itu menyangkut PROJEK PERUT.
Bagaimana tidak kondisi di Negara kita sekarang menjadi rebutan dari seluruh bangsa yang ada di dunia, mereka mempunyai tujuan yang konkrit yakni merebut semesta yang ada di Indonesia. Jika kita melihat sedikit sejarah pada waktu colonial, ketika awal Belanda merebut hak kita berawal dari ALAM, seperti halnya cengkeh, tembakau, kopi, teh dll.Dengan adanya hal seperti itu, masyarakat sekitar juga merasakan dampak selama 3,5 abad lamanya. Dalam peran pemuda layaknya untuk mengkaji konkret dalam ranah ekologi, karena bekal dalam intelektualnya mampu diaktualisasikan dalam kehidupan masyarakat untuk menjaga kelestarian alam sekitar.
Dengan adanya zaman yang di permudah, sekarang sudah saatnya untuk memanfaatkan sebaik baiknya mengkampanyekan kehidupan yang bersih dan menjadikan ekosistem alam menjadi pusat utama untuk benar benar merawat dari setiap individu.
Salah satu yang mengkampanyekan sekarang adalah Komunitas Hijau Muhammadiyah (KHM), yang mana komunitas tersebut mempunyai landasan sendiri dalam melakukan aksi atau mengkampanyekan isu lingkungan. Landasan konkretnya adalah Ibadah Muamalah Fikih, kebencanaan Tarjih Muhammadiyah, yang disebutkan didalamnya adalah dalil surat Fussilat ayat 53 yang berarti: “Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa alQuran itu adalah haqq. Tidaklah cukup bahwa sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu? (Q.S Fussilat (41):53). Dan jelas jelas bahwa adanya dengan dalil tersebut menjadi spirit Komunitas Hijau Muhammadiyah (KHM) untuk aksi dalam isu kajian strategis ekologis.
Bukan hanya itu saja salah satu contoh kajian konkret yang dilakukan komunitas tersebut adalah mengkaji terkait isu lingkungan di Blitar mengenai dampak lingkungan dari PT Greenfield yang mengancam keberadaan ekosistem sekitar masyarakat.Isu tersebut diangkat oleh komunitas Komunitas Hijau Muhammadiyah (KHM) dalam rangka bukan hanya mengkaji melainkan mengadvokasikan isu tersebut. Bagaimana tidak dalam UU No 32 tahun 2009 terkait dengan perlindungan dan pengelolaan Lingkungan hidup (PPLH), tercantum larangan larangan melakukan pencemaran lingkungan.Terteranya UU diatas sudah benar adanya pelanggaran kemanan dan kelestarian lingkungan itu benar benar terjadi.
Komunitas Hijau Muhammadiyah (KHM) itu sendiri mengangkat adanya fenomena tesebut dan dikatakan sukses dalam mengadvokasi fenomena tersebut diranah orientasi ekologis. Tak berhenti didalam narasi ekologis salah satu tokoh sosiologi yang membidangi sector lingkungan memiliki pandangan tesendiri terkait sudut pandang ekologis, Talcot Parson, beliau mempunyai 4 perspektif terkait teorinya yakni1. Adaptacion, Adaptasi menyesuaikan diri dengan lingkungan2. Goal attainment Pencapaian Tujuan3. Integration (mengatur antar bagian yang menjadi komponen komponenya)4. Latency (pemeliharaan pola) Ketika di analogikan dalam pembangunan industri kayu, maka sebuah perusahaan harus beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya untuk memiliki jumlah kayu yang banyak. maka selanjutnya adalah tujuan dari adanya pabrik kayu adalah melakukan pemotongan hutan dengan tujuan untuk memproduksi kayu dalam jumlah besar, kemudian pada integrrasi, antara pabrik kayu dan hutan dalam mendapatkan jumlah pasokan kayu yang cukup, latensi terakhir pemeliharaan pola, namun pada hal ini banyak yang hanya mengambil hasil dari hutan dan tidak melakukan penanaman uang sehingga perusahaan adalah lingkungan dengan gundulnya hutan.
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebenarnya mempunyai dasar Negara tersendiri, yakni PANCASILA dalam nilai nilai yang ada di dalam kelima sila tersebut mempunyai makna historis sendiri jikalau di korelasikan dalam mengenai isu ekologis.Pancasila mempunyai peran begitu penting terhadap alam dan semesta yang ada di negeri ini, sehingga pengaplikasian dalam kehidupan sehari hari itu harus dilandasi juga dengan adanya spirit semangat kebangsaan.
Diambil dalam sila pertama yakni KETUHANAN YANG MAHA ESA. Dikorelasikanya dengan alam, tuhan sudah mewajibkan semua hambanya untuk menjaga alam. Jika kita melihat dari narasi islam, islam sering kali menegaskan bahwa umatnya harus mempunyai rasa belas dan kasih. Bagaimana tidak islam sendiri adalah agama yang penuh kasih saying, hamba hambanya memiliki peran penting dalam dunia ekologi. Dalam salah satu hadist nabi Muhammad SAW Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:”Jauhilah dua perbuatan yang mendatangkan laknat!” Sahabat-sahabat bertanya, “Apakah dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu?” Nabi menjawab, “Orang yang buang air besar di jalan umum atau di tempat berteduh manusia.” (HR Muslim). Tak jauh dari peran pancasila dalam menjaga kelestarian alam.
Sama halnya ketika bentuk implementasi nilai Sila ke 2 yakni, Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab. Dimana ketika masyarakat umum mentafsirkan patuh dan menjaga nilai nilai kesopanan antara muda dengan orang orang yang lebih tua. Tidak dengan dari sudut pandang ekologis, jika ditafsirkan manusia sudah menjadi nilai yang penting agar melakukan hal yang adil terhadap semesta yang di ciptakan tuhan ini. Sering kali ketika kita bertindak tanpa di imbangi berfikir, dari situlah pintu gerbang ekologi akan terancam, punahnya beberapa flora juga mengalami dampak dengan adanya intervensi manusia manusia yang tidak bertanggung jawab.
Dengan adanya sila ke 2 adalah wujud masyarakat andil dalam bertindak secara moral dalam mengembankan amanah dari ilahi untuk menjaga lingkungan. Diujung tombak kan pemuda sekarang sebagai representasi dari hasil nenek ,moyang dulu menggambarkan bahwa, nenek kita dulu sangat cinta dan tulus untuk merawat kelestarian alam, dengan ke anggunan yang beradab menjadi harapan nenek moyang kita untuk memberikan warisan alam semesta yang melimpah.
Tetapi tantangan baru selalu datang dari zaman ke zaman. Pemuda dan masyarakat semakin kebawa arus dan semakin terkikis akan moral dan etika dalam berlingkungan. Langkah konkret dalam menangani krisis moral dalam lingkungan ini adalah menanamkan kembali benih benih spirit perjuangan nenek moyang kita dalam menjaga keutuhan dan kelestarian lingkungan sejak dini. Tidak terlepas dari pendalaman peran masyarakat dalam pancasilais menjaga keutuhan lingkungan juga lama lama akan semakin pudar jika penanaman spirit tersebut tidak ditanamkan. Selama berpuluh puluh abad orang orang primitif dulu berkeyakinan bahwa menjaga lingkungan akan juga di kembalikan secara lebih oleh semesta. Karena historisnya pancasila juga menyatu dalam semangat persatuan dan kesatuan yang ada di cerita negeri ini.
Dengan sila ke 3 PERSATUAN INDONESIA kebanyakan orang menganggap bahwa persatuan itu cukup hanya wujud toleransi umat beragama, melainka jikalau kita melihat dari sudut pandang ekologis kita harus tau dalam pentafsiranya bahwa, nilai nilai persatuan dalam menjaga keutuhan lingkungan dan semesta semestinya menjadi bagian terpenting daripada rakyat Indonesia itu tersendiri. Spirit persatuan dalam menjaga lingkungan bersifat FARDHU ‘ain dalam menjaga dan melestarikan. Dampak dalam adanya persatuan menjaga lingkungan adalah ekosistem alam yang ada di Indonesia pun akan terjaga.
Bisa di bayangkan ketika ekosistem alam akan terjaga dengan adanya semangat persatuan menjaga keutuhan alam ini, mungkin, banyak hewan hewan yang ada di alam akan merasakan kebahagiaan dan rantai makanan akan tetap berjalan. Meskipun zaman ini bersifat dinamis, rakyat Indonesia harus adaptif terkait teknologi yang bersifat massif sekarang ini. Menjaga nilai nilai keutuhan pancasila juga harus dilandasi dengan adanya kecerdasan intelektual dan akademik. Memasifkan narasi narasi keilmuan tentang isu lingkungan akan menjadi bentuk penyadaran bagi masyarakat sekitar, karena dari sinilah peran generasi emas Indonesia dalam menangani kasus lingkungan. Dengan hal itu perlu dikaji secara rutin dan menumbuhkan ruang dialektika antara pemuda dengan masyarakat.
Sama halnya ketika bunyi sila ke 4 Pancasila, yakni Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Penerapan sila tersebut selayaknya komunitas yang peduli akan lingkungan dalam mendiskusikan kajian issue strategis. Sebenarnya ruang dialektika adalah salah satu cara bagaimana kita bisa mengangkat isu yang konkret dilapangan. Hingga sekarang ini ratusan komunitas lingkungan turut mengkaji dari berbagai isu lingkungan yang ada di daerah nya masing masing.
Dengan adanya ruang dialektika masyarakat semakin terbuka dan akan sedikit sedikit kesadaran nya akan tumbuh untuk merawat lingkungan. Sering kali ketika kita berdebat dengan lingkungan ada beberapa perspektif pro dan kontra dari masyarakat itu sendiri. Karena berbagai ragam di Indonesia ini untuk menangani kasus lingkungan. Sama halnya ketika di salah satu kota marmer yakni Tulungagung. Kalangan masyarakat sekitar selatan disana ada beberapa mata pencaharianya adalah sebagai karywan tambang marmer, jika kita mengkorelasikan dari sudut pandang ekonomi.
Masyarakat yang bekerja disana menjadikan pekerjaan tersebut sebagai pekerjaan utama mereka. Dalam hal ini pemerintah sudah harus berperan bagaimana upaya penanganan kasus tersebut bisa terselesaikan dengan baik. Karena jikalau terus terus tambang marmer akan semakin massif maka akan buruk juga kalau dampaknya untuk lingkungan sekitar bahkan akan merembet di wilayah Tulungagung yang lainya. Berbagai sudut pandang rasa keadilan masyarakat antara untuk meningkatkan perekonomian mereka dengan menjaga lingkungan sekitar.
Sila ke 5 dalam Pancasila yakni KEADILAN SOSIAL BAGI SELURUH RAKYAT INDONESIA, rasanya juga menjadi tantangan besar.Untuk sila ke 5 ini dijadikan bahan utama dalam penerapan keadilan dimasyarakat. Lantas dizaman sekarang sulit jika manusia itu merasa adil. Mereka beranggapan ketika manusia adil manusia akan senang, tapi sulit jika tidak diimbangi dengan berfikir rasional. Mari lestarikan lingkungan kita semua akan dianugrahi lebih oleh alam semesta kita.
Penulis adalah aktivis dan kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah Tulungagung